KORAN GALA - Akhir-akhir ini berita penculikan anak kembali merebak.Sejumlah akun Youtube menayangkan potong video penculikan anak.
Kondisi tersebut jelas membuat orang tua khawatir, apalagi bila anaknya masih kecil.
Sebagai orang tua, tentunya sah-sah saja melakukan pencegahan dan waspada terhadap risiko penculikan anak. Namun sikap waspada ini harus dicermati agar tidak berbalik dan malah merugikan orang tua.
Dilansir dari berbagai sumber, saat ini masih ada orang tua yang sulit membedakan mitos dan fakta seputar penculikan anak. Untuk itu, orang tua harus paham mana anggapan yang termasuk mitos dan mana yang benar-benar mengurangi risiko penculikan anak. Berikut 5 mitos dan fakta yang sering membingungkan orang tua.
1. Penculik adalah orang tak dikenal
Anggapan bahwa penculik adalah orang tak dikenal termasuk mitos. Penculikan anak kini tidak lagi soal mencari uang tebusan, namun lebih kepada faktor internal.
Baca Juga: Bau Badan Anda Tak Sedap? Kurangi Konsumsi Daging Merah dan Makanan Digoreng
Perebutan hak asuh dan ancaman untuk orang tua menjadi motif paling umum untuk kasus penculikan anak. Penculik bisa saja merupakan kerabat keluarga yang ingin mendapatkan hak asuh anak, atau teman dan kenalan orang tua yang ingin mengancam.
Misalnya orang tua cerai, lalu salah satu pihak ingin mengambil anak untuk diasuh. Atau ada orang yang sebal sama orang tuanya dan menculik anak untuk mengancam. Kedua motif ini kan biasanya dilakukan oleh orang yang kenal dengan keluarga.
2. Anak hilang harus dikembalikan ke keluarga
Meski tidak sepenuhnya salah, anggapan ketika anak hilang harus segera dikembalikan ke keluarga juga patut dicermati. Bisa jadi anak hilang bukan karena tersesat, namun karena melarikan diri dari keluarga.
Baca Juga: Ema Ungkap Dua Agenda Pemkot Bandung terkait Jalan dan PKL Tegallega
Motifnya pun bermacam-macam, mulai dari kekerasan yang dialami anak ataupun stres berat ketika berada di rumah. Untuk itu, perlu dilakukan langkah bijak misalnya dengan mengadakan konseling keluarga atau melapor ke pihak berwajib.
Apabila anak lari dari rumah karena kekerasan, harus ada konseling dulu, apakah keluarga ini siap menerima anak kembali. Atau kalau memang anak tidak mau pulang, bisa lapor ke pihak berwajib untuk dilakukan tindakan.
3. Menyematkan nama anak di pakaian
Menyematkan nama panggilan anak di pakaian, tas, ataupun mobil menurut Nina bukanlah langkah yang bijak. Anak akan lebih mudah percaya kepada orang asing ketika dipanggil dengan nama panggilan yang biasa didengar di rumah.
Baca Juga: 40 Orang Korban Penipuan Rekrutmen Geruduk Bandung Zoo
Artikel Terkait
Jadi Sorotan, Baru Dua Perumda Kota Bandung Hasilkan Deviden
Harga Telur dan Daging Ayam di Kota Bandung Masih Bertahan
Ada Apa KPU Jawa Barat Rangkul Organisasi "Gen Z"?
Ibu Anggota DPR RI Bambang Hermanto Jadi Korban Pembunuhan